Benarkah Nasib Guru di Indonesia Lebih Jelek dengan Guru di Jepang

Bum! Dentuman bom atom yang jatuh di Nagasaki dan Hiroshima, Jepang, pada tahun 1945 itu pun menjadi catatan sejarah dunia. Jepang porakporanda. Bertepatan dengan tahun yang sama di Indonesia, tepatnya 17 Agustus 1945, bangsa kita merayakan kemerdekaan sebagai tanda lepasnya dari tangan penjajahan. Negara Jepang hancur, Indonesia merdeka. Logika berbicara, negara yang cepat maju karena lebih awal berkesempatan membangun diri tentu bangsa kita, Indonesia. Api jauh dari panggang, realita menunjukkan fakta sebaliknya, saat ini Jepang lebih unggul membangun diri dan jauh meninggalkan Indonesia.
Kunci kesuksesan negara Jepang membangun diri adalah, peduli terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia dengan cara memperhatikan pendidikan masyarakatnya. Langkah awal yang dilakukan pemerintah Jepang pascabom atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) pada tahun 1945 itu adalah, mengirim pelajar-pelajar Jepang ke luar negeri untuk belajar dengan misi membangun Jepang kembali. Buku-buku barat diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang agar mempermudah transfer ilmu pengetahuan dan teknologi barat. Kemudian buku-buku pengetahuan itu dijual dengan sangat murah sehingga mempermudah masyarakat memperolehnya. Dari situ timbulah kegemaran membaca pada sebagian besar masyarakat Jepang. Jepang sadar betul ujung tombak pendidikan adalah guru. Maka pemerintah dan masyarakat Jepang sangat menghargai sosok seorang guru, baik secara finansial maupun moral. Bayangkan untuk guru yang baru mengajar saja Jepang berani memberi honor sebesar 200 ribu yen atau sekitar Rp16 juta per bulan. Dan untuk guru honor senior di Jepang gajinya bisa mencapai 500 ribu yen atau sekitar Rp40 juta. Tidak heran bila dedikasi tercurah penuh terhadap profesi guru karena kerja mereka dihargai secara pantas. Robert C. Christopher, mantan koresponden majalah Newsweek yang tinggal di Jepang pernah berujar, "lihatlah sikap para guru Jepang, perhatian mereka sampai ke totalitas kehidupan murid mereka".
Bagaimana di Indonesia?
Pendidikan masyarakat Indonesia jauh tertinggal. Hal ini didukung oleh kurangnya perhatian pemerintah. Kalaupun ada perhatian namun tidak dikelola secara serius dan profesional. Di tambah pula proses manajemen yang tidak transparan dan kebijakan yang tidak tepat sasaran, semakin membuat dunia pendidikan bangsa kita dirundung persoalan. Tak heran, kalau bicara tentang pendidikan nasional terkesan selalu yang buruk-buruknya saja.
Setiap ada perubahan menteri, persoalan yang hangat diperbincangkan selalu berkutat pada masalah undang-undang, kurikulum, kebijakan ujian, insensif para guru dan keterbatasan anggaran. Namun demikian kebijakan yang diambil selalu saja mengecewakan. Padahal negara kita dianggap salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang memadai sebagai modal utama untuk membangun negara. Namun kenyataannya kemiskinan dan pengangguran tetap mejadi musuh utama serta terus merasa kurang dalam pendanaan. Kita mungkin sudah lupa bahwa kemajuan sebuah bangsa terletak dari baik-buruknya kualitas manusia atau indeks pembangunan manusianya. Hal inilah yang disadari betul oleh negara Jepang sehingga mampu menjawab persoalan dan bangkit dari keterpurukannya terutama pasca perang dunia II.